Assalammualaikum wr wb.
Saya mulai berpikir untuk nge-post nya lebih teratur dan terjadwal. Awalnya saya pikir Wochenende itu waktu yang tepat, tapi ternyata ini aja saya baru publish Senin malam, hampir Selasa. So let's see lah ya. Semoga terwujud.
Tulisan ini tentang kisah cinta Rasulullah dengan Khadijah. Panjang juga, udah pasti akan jadi minimal 2 bagian. Enjoy!
***
TENTANG KHADIJAH RA
Tiada
seorang wanita di dunia yang lebih indah budi pekertinya daripada Khadijah.
Tidak ada seorang pun wanita yang menandingi Khadijah dalam hal kebijaksanaan,
kesucian, kesederhanaan dan kemandirian.
Khadijah
adalah putri dari Khuwalid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai Kilab Al
Qurasyiyah Al Asadiyah, pedagang sukses yang kebanyakan keuntungannya berasal
dari pedagang asing. Beliau dijuluki al-thahirah, wanita bersih dan suci. Ia
terlahir di rumah mulia & terhormat kira-kira 15 tahun sebelum tahun fiil
(tahun gajah).
Setelah
ibu dan ayahnya meninggal, kekayaan keduanya diwariskan kepada anak-anak
mereka, termasuk Khadijah. Di antara saudara-saudaranya, Khadijah adalah
satu-satunya yang mewarisi kemampuan berdagang ayahnya. Lama kelamaan Khadijah
menjadi saudagar kaya di Mekkah. Ia juga selalu membantu orang-orang miskin,
janda, anak yatim dan orang cacat.
Dalam
menjalankan bisnis, Khadijah tidak langsung pergi ke Yaman dan Syiria. Ia
titipkan semua dagangan kepada orang-orang yang dipercayanya dengan sistem bagi
hasil.
Pada
abad 6M, masyarakat Arab menyembah berhala dan memiliki banyak kebiasaan buruk
seperti mabuk-mabukan, berjudi dan merendahkan wanita. Wanita dianggap aib yang
tidak segan untuk mereka bunuh. Sebagai pembawa sial, wanita saat itu tidak
memiliki status apa pun. Wanita diperjualbelikan demi memuaskan nafsu
laki-laki. Bahkan apabila seorang suami/ayah mati, maka anak laki-lakinya yang
tertua mewarisi semua istri ayahnya kecuali ibu kandungnya.
Peperangan
tanpa mengenal hukum adalah hal biasa yang terus terjadi di masa itu.
Kebiadaban bangsa Arab diabadikan dalam QS Al Nahl ayat 59.
Hidup
di masa itu, Khadijah tetap terjaga dan berakhlak mulia. Ia juga tiak
ikut-ikutan menyembah berhala seperti kebanyakan orang saat itu. Selain
Khadijah ada beberapa orang yang tidak menyembah berhala. Salah satunya adalah
sepupu Khadijah bernama Waraqah bin Naufal yang mengikuti ajaran-ajaran Nabi
Ibrahim & Ismail a.s.
Sebelum
menikah dengan Rasulullah saw, Khadijah pernah menikah dengan Abu Hahaah bin
Nabbasy Al-Tamimi dan memiliki 2 anak. Lalu setelah Abu Hahah wafat, Khadijah
dinikahi Atiq bin Aid bin Abdullah Al-Makhzumi dan memiliki seorang anak,
hingga akhirnya mereka cerai. Salah satu anak Khadijah dari suami pertama yang
bernama Hindun pernah diasuh oleh Rasulullah. Sekain itu tidak ada riwayat yang
mengisahkan anak-anak Khadijah.
Selain
harta warisan orang tua, harta peninggalan suaminya pun sangat banyak.
Dikisahkan Khadijah memiliki 80.000 unta yang terpencar di berbagai pelosok. Ia
mendapatkan julukan “Ratu Quraisy” & “Ratu Mekah”. Inilah pertama kali
dalam sejarah Arab, pada masa jahiliyah seorang wanita mendapatkan julukan
al-thahirah & Ratu Mekah.
TENTANG RASULULLAH SAW
Suatu
hari Aisyah ditanya, bagaimana akhlak Rasululllah. Aisyah menjawab, “Akhlak
Nabi Muhammad Saw adalah akhlak AL-quran.”
Rasulullah
Saw dilahirkan di Mekah pada tahun 570 M dari pasangan Abdullah bin Muththalib
dan Aminah binti Wahb. Pernikahan Abdullah dan Aminah sendiri merupakan
peristiwa sejarah. Persis peristiwa Nabi Ismail dan ayahnya, Nabi Ibrahim As,
Abdullah pernah menuruti Muththalib untuk disembelih di antara berhala Isaf dan
Nailah. Namun Abdullah kemudian diselamatkan kaum Quraisy, sehingga Muththalib
menuruti mereka dan justru memenuhi nazarnya dengan menyembelih 100 ekor unta.
Keselamatan Abdullah ini juga merupakan suratan takdir yang menghendaki
kelahiran seorang nabi dari dirinya.
Sebagian
besar menyatakan bahwa Rasulullah lahir di bulan Rabiul awwal, adapula pendapat
lain mengatakan bulan Muharram, Safar, dan Ramadhan.Mayoritas pendapat adalah
pada 12 Rabiul Awwal.
Dalam
sebuah riwayat, Aminah mengatakan bahwa setelah usia kandungannya 6 bulan, ia
bermimpi seseorang berkata bahwa anak yang dikandungnya adalah orang yang
termulia sejagad raya dan bahwa ia harus dinamai Muhammad.
Kemudian
suatu hari Aminah mendengar suara gemuruh dan melihat sesuatu yang menakutkan.
Namun kemudian ia melihat sayap burung berwarna putih mengusap-ngusap dadanya,
lalu saat ia menoleh sudah tersedia minuman putih jernih. Di atas kepalanya
cahaya terang yang di dalamnya tampak sejumlah wanita bertubuh tinggi
seolah-olah mereka putri Abdul Manaf.
Sumber
berita lain wanita-wanita memperkenalkan nama mereka sebagai Asiyah istri
Fraun, Maryam binti Imran, dan yang lainnya adalah bidadari. Aminah lalu
mendengar suara gemuruh dan melihat burung-burung yang begitu banyak dan
memenuhi kamar Aminah. Allah mempertajam mata Aminah sehingga ia bisa melihat
bagian-bagian timur dan barat permukaan bumi. Dalam mimpi itu, Aminah merasa
sekan sedang melahirkan Muhammad. Bayi tersebut bersujud dan mengarahkan ujung
jarinya ke langit seakan-akan ia sedang bedoa dengan khusyuk. Seseorang
kemudian berseru. “Bawalah dia berkeliling bumi dan masukkanlah ia ke dalam
laut agar semua orang mengenal namanya, sifat-sifatnya, bentuk penampilannya,
dan agar mereka memberi tahu kepadanya bahwa dia adalah al-mahdi (sang
penghapus).
Dalam
riwayat lain, pada saat Nabi Muhamad lahir, Ridwan malaikat penjaga surga
berbisik, “Wahai Muhammad, semua ilmu dan pengetahuan tentang hal-hal gaib yang
dimiliki nabi dan rasul sebelum engkau, Allah akan memberikannya kepadamu.
Bahkan engkau akan mempunyai ilmu yang lebih banyak daripada yang mereka miliki
miliki, dan engkau akan menjadi nabi yang paling tabah dan berani.
Ibu
susuan Muhammad Saw, menturkan bahwa Aminah mengatakan bahwa saat Muhammad Saw
keluar dari rahimnya, ia melihat percikan cahaya yang menyinari semua permukaan
bumi sehingga ia dapat melihat gedung-gedung istana di negeri Syam.
Menyusukan
dan menitipkan bayi sudah menjadi tradisi masyarakat Arab pada saat itu.
Muhammad Saw disusui oleh Halimah Al-Sadiyyah,
Banyak
kejadiad menakjubkan saat Muhammad diasuh Halimah. Pertama Muhammad dibelah
dadanya. Rasulullah suatu hari keudian menceritakan bahwa ketika ia kecil, ia
bermain dengan anak lelaki Halimah. Saudara lelaki Muhammad itu pulang sebentar
untuk membawa bekal. Tiba-tiba ada dua ekor rajawali berwarna putih
mendekatinya. Mereka saling berbicara satu sama lain.
“Benarkah
itu dia?”
“Iya benar.”
“Iya benar.”
Kedua
rajawali itu lalu membaringkan Muhammad di tanah, membedah perutnya dan
mengeluarkan hatinya. Mereka mengambil dua gumpal darah kehitam-hitaman.
“Ambillah
air dingin!” Mereka lalu mencuci hati Muhammad.
“Ambillah
pisau.” Pisau itu mereka gunakan untuk membelah hati Muhammad.
“Tulislah”
Ia lalu menulis dan menyetempel hati tersebut dengan tanda kenabian.
“Taruh
hatinya pada daun timbangan, lalu timbanglah dengan seribu orang umatnya yang
ada dalam timbangan lain.” Muhammad lalu melihat seribu umatnya.
“Seandainya
ia ditimbang dengan seribu umatnya tentu bobotnya akan timpang. Ia tentu ebih
berat.”
Muhammad
kecil lau ketakutan dan pulang menemui ibunya dan menceritaan semuanya
kepadanya.
Kejadian
menabjubkan lainnya adalah ketika Muhammad dipayungi awan dan menghilang.
Setelah
5 tahun diasuh Halimah, Muhammad diserahkan kembali kepada ibu kandungnya. Pada
suatu hari usianya 6 tahun, ibunya mengajaknya untuk mengunjungi makam ayahnya
di Yatsrib (sekarang Madinah. Perjalanan itu ditemani oleh pembantujnya bernama
Ummu Aiman.
Saat
pulang dari Yatsrib menuju Mekah, Yatsrib dilanda angin ribut dan udara yang
sangat panas. Kondisi Aminah saat itu memburuk. Putranya mengira bahwa ibunya
kelelahan. Aminah lalu memeluk putranya erat lalu ia diam seolah-olah
beristirahat, tetapi tak mengulang tarikan nafas.
Putranya
diberi tahu Ummu Aiman bahwa Aminah telah wafat, lalu menangislah ia tak henti.
Muhammad yang telah yatim sejak dalam kandungan akhirnya menjadi piatu dalam
usia 6 tahun.
Setelah
ibu kandungnya meninggal, Muhammad diasuh oleh kakeknya Abdul Muthallib.
Setelah satu tahun mengasuh cucunya, sang kakek kemudian wafat.
Setelah
wafat kakeknya, Muhammad diasuh oleh pamannya, Abu Thalib dan istrinya Fatimah
binti Asad. Keduanya mengasuh Muhammad dan melibatkan ia dalam perjalanan
dagang seperti ke negeri Syam. Dalam perjalanan tersebut mereka bertemu dengan
seorang pendeta yang menyuruh Abu Thalib untuk segera pulang ke Mekah karena
Muhammad akan dalam bahaya apabila kaum yahudi mengetahui namanya. Meski Abu
Thalib tak begitu mengerti maksud perkataan pendeta itu ia menurutinya dengan
menyelesaikan segala urusan dan kembali ke Mekah.
Muhammad
juga sangat dekat dengan Fatimah binti Asad. Diriwayatkan ketika Fatimah binti
Asad, Muhammad mencucurkan air mata sambil berkata, “hari ini ibuku wafat.” Ia
mengkafani jenazah dengan jubahnya sendiri, turun ke liang lahat dan berbaring
di sampingnya. “Dia ibuku. Ia telah membiarkan anak-anaknya sendiri kelaparan
dan memberikan makanannya untukku. Selama diasuh olehnya, aku tidak pernah
merasakan kemalangan hidup sebagai anak yatim piatu.”
Saat
usia beliau 20 tahun, orang-orang mulai banyak menitipkan barang-barang
berharga padanya dan tak pernah ada yang kehilangan. Saat itulah ia dijuluki
al-amin.
PERNIKAHAN SUCI
RASULULLAH RASULULLAH DENGAN KHADIJAH
Muhammad
Husain Haekal menggambarkan perawakan Nabi Muhammad dalam kitab Hayatu Muhammad
sebagai berikut:
Paras
mukanya manis dan indah. Perawakannya sedang, tidak terlalu tinggi, tidak
pendek, bentuk kepala besar, berambut hitam sekali antara keriting dan lurus.
Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung dan lebat serta
bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi-tepi putih matanya agak
kemerah-merahan, tampak lebih menarik dan kuat. Pandangan matanya tajam, bulu
matanya hitam pekat. Hidungnya halus dan merata dengan barisan gigi yang
bercelah-celah. Cambangnya lebar sekali. Lehernya panjang dan indah. Dadanya
lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna kulitnya terang dan jernih, telapak
tangan dan kakinya tebal. Bila berjalan badannya agak condong ke depan,
melangkah cepat-cepat dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh
pikiran, pandangan mata menunjukkan kewibawaan, membuat semua orang patuh
padanya.
Muhammad
memiliki akhlak yang indah. Dia rendah hati, selalu memaafkan, selalu mencintai.
Ia lebih banyak mendengarkan daripada bicara. Kadang ia bersenda gurau, tertawa
hingga terlihat gerahamnya, tapi suaranya tidak keras. Saat ia marah, wajahnya
tak menampakkan kemarahan. Namun antara kedua keningnya tampak berkeringat
karena menahan marah dan tidak mau menampakkannya.
Saat
usia Muhammad 25 tahun, Atiqah menyarankan saudaranya, Abu Thalib untuk
mempekerjakan Muhammad pada Khadijah. Mendengar nama itu, Khadijah berpikir,
“Inikah takwil mimpiku sebagaimana yang diramalkan Waraqah bin Naufal, bahwa ia
dari suku Quraisy dan dari keluarga Bani Hasyim. Dia bernama Muhammad, orang
terpuji, berbudi pekerti tinggi dan kelak akan menjadi nabi akhir zaman.”
Seketika
itu muncullah keinginan Khadijah untuk menjadikan Muhammad suaminya. Dalam
sumber lain Abu Thalib sendiri yang menemui Khadijah, bukan Atiqah. Muhammad
menjadi kepercayaan Khadijah, ia dititipkan lebih banyak dagangan dari orang
lain, upahnya pun jauh lebih besar dari orang lain yaitu 4 ekor unta.
Suatu
hari Muhammad dengan rombongan pergi ke Syam membawa dagangan. Saat itu panas
terik sekali. Seorang rahib terheran karena melihat gumpalan awan yang menaungi
kafilah dari Mekah. Rahib ini kemudian mengadakan penjamuan bagi mereka.
Muhammad bertugas menjaga barang-barang dagangan sehingga ia tidak ikut ke
penjamuan. Gumpalan awan pun diam di atas kepala Muhammad. Saat itulah rahib
ini menghampirinya dan bertanya keluarga dan namanya. Mendengar bahwa pemuda
ini bernama Muhammad, rahib lalu memeluk beliau dan mengatakan “Laa Ilaha
Ilallah Muhammadur Rasulullah”.
Rahib
tersebut meminta Muhammad membuka bajunya dan melihat tanda kenabiannya. Ia
kemudian berkata, “Pergilah ke mana hendak pergi. Engkau akan terus ditolong.”
Ia lalu mengusap wajah Muhammad. “Wahai hiasan di hari akhir, wahai pemberi
syafaat di akhirat, wahai pribadi yang mulia, wahai pembawa nikmat, wahai nabi
bagi seluruh alam.”
Dengan
pengakuan tersebut, rahib itu telah menjadi seorang muslim sebelum Muhammad Saw
secara resmi menerima wahyu kerasulan dari Allah swt.
Saat
Muhammad pulang ke Mekah, Khadijah sedang menatap ke arah negeri Syam dari
jendela. Ia bertanya pada hamba sahayanya. “Apakah kamu mengenali siapa yang
datang itu?”
“Sepertinya
Muhammad Al Amin.”
Kegembiraan
terlukis dalam ucapan Khadijah, “Kalau benar Muhammad Al Amin, maka kamu akan
kumerdekakan.”
Suatu
hari Khadijah meminta tolong temannya, Nafisah untuk menyampaikan pada
Muhammad, bila ia mau, maka Khadijah bersedia menikah dengannya.
Nafisah
bertanya, “Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?”
“Aku
tidak memiliki apa-apa untuk menikah.”
“Jika
aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan,
maka apakah kamu mau menerimanya?”
“Siapa
dia?”
“Dia
adalah Khadijah binti Khuwailid.”
“Jika
dia setuju, maka aku pun setuju.”
Nafisah
lalu menyampaikan hal tersebut pada Khadijah. Setelah itu Abu Thalib, Hamzah
dan keluarganya pergi ke rumah paman Khadijah, Amru bin Asad. Abu Thalib resmi
meminang Khadijah melalui Waraqah bin Naufal selaku wali Khadijah.
Pernikahan Suci
Muhammad dengan Khadijah
Abu
Thalib mengeluarkan semua peninggalan keluarga, termasuk jubah dan tongkat
Abdul Mutthalib. Mempelai lelaki menggunakan jubah dan tongkat itu. Abu Thalib
menletakkan surban hitam lambang kaumnya di atas kepala mempelai lelaki dan
memasangkan sebuah cincin bermata akik hijau yang dulunya milik Hasyim bin Abdi
Manaf bin Qusay.
Rumah
Khadijah dihiasi lilin-lilin yang penuh gemerlap. Pintu gerbangnya tinggi,
gedungnya berdinding kerakim dan atapnya berwarna emas. Para tamu duduk di
permadani. Pembantu-pembantu Khadijah diberikan baju seragam.
Kamar
pengantinnya pun dihiasi sedemikian rupa. Kain sutera digantungkan. Dindingnya
dihiasi tirai dan lantainya pun ditutup dengan karpet beludru berwarna putih.
Puluhan
anak laki-laki & perempuan berdiri berbaris di sepanjang lorong yang
dilewati mempelai laki-laki. Mereka mengucapkan salam dan selamat datang sambil
menghamburkan berbagai jenis bunga kepada para tamu dan pengiring.
Khadijah
yang duduk di pelaminan beralaskan kain sulam yang sangat indah. Ia terlihat
cantik & bercahaya. Di atas kepalanya ia mengenakan sebuah mahkota
bertahtakan emas dan berlian. Gaunnya berwarna merah tua dikombinasikan dengan
hijau yang dihiasi dengan kancing-kancing emas dan tempelan mutiara dan zamrud.
Dua orang gadis cantik mendampinginya dengan mengenakan gaun sutera dan mahkota
emas serta sepatu dipenuhi permata.
M
Syibli, ahli sejarah dari India menulis bahwa mahar yang diberikan adalah 500
keping emas. Sementara Abdul Munim Muhammad, maharnya dalah 20 ekor unta. Saat
itu Rasulullah berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun.
Setelah
upacara pernikahan selesai dan para tamu pulang, Khadijah membuka isi hati
suaminya dengan berkata, “Wahai suamiku, bergembiralah. Semua harta kekayaan
ini, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, yang terdiri dari
bangunan-bangunan, rumah-rumah, barang-barang dagangan, hamba-hamba sahaya
telah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau
ridhai.”
“Dan
Dia mendapati kau miskin, lalu menjadikan kau kaya.” QS Al Dhuha 8.
Rumah
Khadijah terdekat di dekat jalan raya. Dasar rumahnya berukuran 10x4 meter dan
tingginya 0,5 meter. Pintu rumah terletak di sebelah kanan dan menghadap ke
jalan yag jaraknya 2 meter. Rumah ini memiliki 3 kamar. Kamar yang luasnya 6
meter berfungsi untuk tempat menyepi atau menyendiri. Kamar Rasulullah luasnya
6x4 meter dan dipakai sebagai kamar suami istri, sedangkan yang luasnya 7x4
meter untuk putri-putri Rasulullah saw. Di belakang rumah ada kebun yang
luasnya 10x7 meter.
Komentar
Posting Komentar