Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang J...
Saya pagi ini
kirim setumpuk laporan ke atasan. Lalu dia telpon sekian menit yang panjang.
Dia tanyakan ini itu tentang progress kerjaan saya, tentang suasana kantor,
tentang rekan-rekan, tentang Bandung, dan tentang cinta.
Kalau sudah telpon
memang kadang cenderung kepo dan ngalor ngidul kemana-mana. Saya jawab satu
satu, tak punya pilihan. Suatu hari saya juga malas dibawahi orang melulu,
sedikit demi sedikit belajar untuk berdiri di kaki sendiri. Amin.
Ngomong-ngomong
jam 13 lewat sudah hujan, bukan gerimis yang kecil-kecil, ini hujan betulan,
berangin dan ada petirnya. Tempat duduk saya membelakangi pintu masuk, jadi
saya ngintip berkali-kali sambil berbalik. Kantor super sepi, sibuk
sendiri-sendiri.
Saya nulis karena
saya masih ada jatah satu jam istirahat yang belum saya pakai. Tadi saya rehat
sebentar banget lalu kerja lagi.
Totalitas hehe.
***
Beberapa waktu
lalu saya dibelikan buku. Penulisnya Badiatul Roziqin. Buku ini dari sampulnya
sudah unik. Masing-masing sampul ada satu judul: The Golden Stories of Khadijah
dan The Golden Stories of Fatimah. Diterbitkan oleh Semesta Hikmah Publishing,
buku ini mengabadikan romantika cinta 2 tokoh tersebut.
Tidak ada yang
tidak penting dalam buku ini. Saya biasanya garis bawahi bagian-bagian yang
saya rasa menarik atau sesuatu yang saya baru tahu. Karena ini isinya
panjang-panjang, mungkin saya post
dalam beberapa bagian.
TENTANG
FATIMAH, PUTRI KECINTAAN RASULULLAH
Fatimah adalah
putri bungsu kecintaan Rasulullah SAW dari istri pertama beliau, Khadijah. Dari
anak-anak Rasulullah, Fatimah lah yang paling menyerupai beliau dalam hal
karakter, wajah, kefasihan bahasa, bahkan cara berjalan dan berbicara.
Siti Aisyah pernah
berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang pembicaraannya mirip dengan
Rasulullah seperti Fatimah.”
Setiap kali ia
datang kepada ayahnya, beliau berdiri, menciumnya, dan menyambutnya dengan
gembira lalu didudukkan di tempat duduk beliau. Begitu pula bila Rasulullah
mendatangi Fatimah, ia berdiri menyambut ayahnya dan mencium tangan beliau.
Fatimah dikenal
sebagai wanita yang membatasi diri dalam meriwayatkan hadis Nabi. Ia tidak mau
mengemukakan soal-soal yang bukan urusannya atau yang tidak ditanyakan
kepadanya. Ia lebih suka menjawab “tidak tahu” terhadap soal-soal yang tidak disaksikannya
sendiri.
Ucapan Fatimah
tidak lebih banyak dari perbuatannya. Perbuatannya tidak berlainan dengan
perbuatannya. Ia tidak meninggalkan rumah kalau tidak ada kepentingan mendesak.
Hasan, putra
Fatimah mengatakan bahwa ibunya setiap malam Jumat selalu beribadah hingga
fajar untuk mendoakan orang lain, bukan kepentingannya sendiri. Hasan kemudian
bertanya, “Ibu, mengapa Anda tidak pernah berdoa untuk diri sendiri sebagamana
Anda mendoakan orang lain?” Lalu Fatimah menjawab singkat, “Tetangga harus
didahulukan, anakku.” (Saya merasa harus banget ngutip kisah ini)
Sebab-sebab mengapa
Rasulullah begitu mencintai Fatimah diantaranya adalah karena Fatimah seorang
putri bungsu, ditinggal wafat ibunya saat ia masih kecil, sejak kanak-kanak
selalu menyertai dakwah nabi, setelah kakak-kakaknya menikah ia seorang diri
menemani ayah dan ibunya, ia berjasa besar membantu ayahnya setelah ibunya
wafat dan kakak-kakaknya mengikuti suaminya, dan ia adalah satu-satunya putri
beliau yang menyertai beliau sampai wafat.
TENTANG
ALI, LELAKI CERDAS PECINTA KEADILAN
Dikenal sebagai
Ali, nama aslinya sebetulnya adalah Haidar. Nama Ali sendiri merupakan nama
yang diberikan oleh Nabi Muhammad yang artinya tinggi. Ali lahir dari seorang
ibu bernama Fatimah binti Asad dan ayahnya Abu Thalib, paman Rasulullah saw.
Fatimah binti Asad
dan ayahnya Abu Thalib mengasuh Rasulullah sejak kecil, sehingga saat Fatimah
wafat, beliau mencucurkan air mata sambil berkata, “Hari ini ibuku wafat.”
Beliau mengkafani jenazah dengan jubahnya sendiri. “Ia ibuku. Ia telah
membiarkan anak-anaknya sendiri lapar dan memberikan makanan untukku. Selama
hidup di bawah naungannya, aku tidak pernah merasakan kemalangan hidup sebagai
anak yatim piatu.” Abu Thalib sendiri, seperti banyak dikisahkan dan mungkin
sudah banyak di antara kita yang tahu, merupakan seorang paman yang walaupun
tidak memeluk islam, ia berjasa sangat besar dalam membantu Rasulullah.
Ali hidup di bawah
asuhan Nabi Muhammad sejak berumur 7 tahun. Usia Fatimah 4 tahun lebih muda. Ia
adalah orang kedua yang mempercayai islam. Saat itu usianya 10 tahun dan ia
menyembunyikan keislamannya dari ayahnya. Hingga akhirnya ayahnya tahu pun,
ayahnya justru memerintahkan Ali untuk membantu Rasulullah dalam berdakwah.
Dalam sebuah
riwayat, Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah pernah berbicara kepada
sahabatnya, “Bila kalian ingin mengetahui pengetahuan Adam, keteguhan Nuh,
kebiasaan Ibrahim, doa Musa, ketakwaan Isa, dan petunjuk Muhammad dalam satu
orang, lihatlah orang yang sedang menuju ke arah kalian.” Ketika para sahabat
mengangkat kepala, mereka melihat Ali.
Menurut riwayat,
Ali berperawakan sedang, tidak tinggi dan tidak pendek. Perutnya agak menonjol
dan pundaknya lebar. Kedua lengannya berotot. Lehernya berisi. Bulu jenggotnya
lebat. Kepalanya botak dan rambutnya di pinggir kepala. Matanya besar, wajahnya
tampan. Kulitnya gelap. Posturnya tegap dan proporsional. Bangunan tubuhnya
kokoh seakan dari baja. Jika berjalan seakan-akan sedang turun dari ketinggian,
seperti berjalannya Rasulullah.
Ali sangat fasih
dalam berbicara. Ia pemberani, dermawan, pemaaf, lembut dalam berbicara dan
halus perasaannya. Keberaniannya menjadi lambang para kesatria pada masanya.
Setiap kali ia menghadapi musuh di medan perang, maka dipastikan ia akan
mengalahkannya.
Tidak ada pedang
selain Dzul Fiqar
Dan tidak ada
pemuda selain Ali
Syair tersebut
menggambarkan perjuangan Rasulullah bersama Ali di Perang Uhud.
PERNIKAHAN
SUCI ALI BIN ABI THALIB DENGAN FATIMAH RA
Rasulullah
bersabda, “Bila Fatimah tidak diciptakan, Ali tidak akan mempunyai istri. Bila
Ali tidak diciptakan, Fatimah tidak memiliki pasangan.”
Sejak awal beliau
berniat menjodohkan Ali dengan Fatimah. Beliau menolak pinangan Abu Bakar dan
Umar. Dengan dorongan banyak orang, Ali kemudian pergi mendatangi Rasulullah
untuk meminang Fatimah.
“Apa maumu Ali?”
Rasulullah bertanya. “Apakah engkau datang untuk melamar Fatimah?”
“Ya.” Jawab Ali.
“Apa yang akan kau
jadikan mahar?”
“Demi Allah tidak
ada ya Rasulullah.”
“Bagaimana dengan
baju perang yang pernah kuberikan kepadamu?”
“Ya, tetapi demi
Allah baju itu telah menjadi usang. Harganya pun tidak akan melebihi 400
dirham.”
Rasulullah pun
meminta pendapat Fatimah. “Ali datang melamarmu.”
Fatimah hanya
terdiam. Maka Rasulullah mengetahui bahwa putrinya setuju. Akhirnya beliau
menerima lamarn itu dan keduanya segera dinikahkan.
Dalam riwayat lain
Rasulullah mengatakan, “Gembiralah wahai Ali. Sesungguhnya Allah telah
menikahkanmu dengan Fatimah di langit sebelum aku menikahkanmu di bumi.”
Menurut Ibnu
Jauzi, pada saat menjelang pernikahan putri bungsnya, Rasulullah membelikan
pakaian baru yang layak dipakai pengantin. Beberapa lama kemudian datanglah
seorang perempuan miskin meminta pakaian bekas sekedar untuk menutupi aurat.
Teringat firman Allah dalam QS Al Imran: 92, “Kalian tidak akan mendapatkan
balasan kebajikan sebelum kalian menginfakkan sebagian dari apa yang kalian
sayangi.”, Fatimah memberikan pakaian baru pemberian ayahnya kepada perempuan
tersebut.
Pernikahan terjadi
pada bulan Rajab, beberapa bulan setelah mereka datang dari Madinah. Saat itu
usia Fatimah 18 tahun dan Ali 23 tahun.
Mahar yang
diberikan Ali adalah:
1.
Baju
besi seharga 400 dirham. Ada yang menyatakan 480 dan 500 dirham. Yang kemudian
dibeli oleh Utsman bin Affan.
2. Kain habarah (kain Yaman kuno)
3.
Kulit
domba
Untuk
mempersiapkan rumah tangga bagi putrinya, Rasulullah memberikan sebuah anyaman
alas tidur dari pelepah kurma, alas duduk dari kulit, botol kulit untuk
menyimpan air, dua kendi tanah, satu kantung kulit untuk air dan dua batu
gilingan. Benda-benda hadiah ini selalu digunakan Fatimah sepanjang hidupnya.
RUMAH
TANGGA ALI & FATIMAH
Ali mengetahui
benar tentang arti sebuah tanggung jawab. Sehingga ia sangat menyayangi
istrinya, memperhatikannya dan memperlakukannya dengan baik. Fatimah pun berbut
sama pada suaminya.
Suatu hari Fatimah
jatuh sakit. Ali begitu sedih dan ikut merasakan sakit yang diderita istrinya.
Ia berhari-hari tak beranjak dari sisinya. Ali menggantikan melakukan tugas
istrinya dan menyatakan bahwa ia senang melakukan hal itu.
Ali menanyakan
apakah Fatimah menginginkan sesuatu ketika ia sakit. Fatimah kemudian menjawab
bahwa ia menginginkan buah delima. Ali bergegas ke pasar menghabiskan uangnya
yag memang hanya cukup untuk satu buah delima.
Di perjalanan Ali
melihat seorang miskin yang menggigil kesakitan karena tidak makan
berhari-hari. Ali memberikan sepotong buah delima kepada orang tersebut.
Sesampainya di rumah, Ali memberikan sisa buah delima ersebut kepada istrinya
serta menjelaskan hal yang terjadi di perjalanan.
Setelah Fatimah
selesai memakan buah delima tersebut, datanglah Salman Farisi yang ternyata
membawakan 10 buah delima dari Allah untuk Rasul-Nya yang kemudian diteruskan
untuk Ali dan Fatimah.
Ali dan Fatimah
dikaruniai 4 orang anak yaitu Hasan, Husain, Zainab dan Ummi Kultsum. Nabi saw
sangat mencintai cucu-cucunya. Ketika beliau melaksanakan salat, Hasan (2
tahun) selalu menghampirinya dan bermain-main. Rasulullah merentangkan kakinya
agar Hasan bisa melewati celah antara kedua kakinya.Dalam sujud pun, Hasan
sering naik ke atas punggung Rasulullah. Beliau membiarkannya dan terus
bersujud hingga hasan turun sendiri.
Ketika Husain
berusia lebih dari 6 bulan, sesekali ia merangkak, sesekali ia terjatuh. Suatu
hari Jabir pernah menyaksikan Rasulullah merangkak dengan Hasan dan Husain
berada di atas punggung beliau.
Kehidupan Ali
& Fatimah sangat sederhana, bahkan seringkali kekurangan. Beberapa kali Ali
harus menggadaikan barang-barang keperluan rumah tangga untuk membeli makanan.
Bahkan kerudung Fatimah pernah digadaikan kepada seorang Yahudi.
Ali biasa
mengambil air dengan wadah terbuat dari kulit dan menerima upah dari pekerjaan
itu. Rampasan perang juga penghasilan Ali yang sering ia bagikan pada orang
miskin dan pulang ke rumah dengan tangan kosong.
Fatimah sendiri
menggiling tepung hingga tangannya melepuh, mengambil air hingga pinggangnya
sakit, membersihkan rumah hingga pakaiannya berdebu. Fatimah bahkan ikut
membantu ketika suaminya berada di medan jihad.
Meski rumah tangga
mereka terkadang diselingi pertengkaran-pertengkaran kecil, Rasulullah sering
mendamaikan mereka, dan keduanya tetap bahagia hingga akhir hayat.
Komentar
Posting Komentar