Langsung ke konten utama

Assalammualaikum Sahabat


Sabtu adalah setenang-tenangnya malam, seperti sekarang.

Kosan saya letaknya tepat menghadap mesjid, hanya terhalang lapang voli yang ada ring basketnya. Di lapang voli ini rutin tiap minggu sekali ada ibu-ibu senam SKJ. Nah kalau malam-malam di mesjid juga sering ada kegiatan pengajian atau solawatan termasuk malam ini.

Kamar saya di lantai atas, saya buka pintunya lebar banget. Kadang semalaman saya biarin kebuka aja. Setelah pintu kamar masih ada satu pintu lagi yang dikunci Ibu kos. Lampu kamar saya matiin biar adem. Selain saya ada 3 orang lainnya yang kos di sini juga. Baik-baik semua. Saya nggak khawatir kejadian apa-apa. Naifnya :D

Tanpa niat menulis sama sekali, saya tetiba mengingat sesutu, eh bukan, seseorang yang penting. Saya mau ceritakan tentang dia di sini.

***

Saya sebetulnya jarang curhat sama orang lain, karena punya sedikit trust issue. Saya nggak suka jadi bahan gosip orang lain yang awalnya saya pikir akan dijaga antara saya dan dia saja ternyata malah disebarin. Sejak itu saya berhenti curhat.

Walau begitu saya sering bayangin gimana rasanya kita punya orang yang kepadanya kita bisa utarakan segala unek-unek tanpa harus mengkhawatirkan akan dia sebar lagi atau tanpa ditertawakan. Sebetulnya di saat seperti itu kebanyakan orang cuma butuh didengarkan. Kalau ada sedikit nasihat baik ya alhamdulillah.

Nah di tempat kerja saya yang lama, di mana saya sering over work dan stress luar biasa, tanpa disangka saya menemukan seorang sahabat.

Mungkin kalian akan kaget kalau tahu usianya sepuh banget, rambutnya banyak abu-abu. Beliau sopir kantor yang sering nganter ke mana-mana. Orang-orang manggil beliau Abi.
Sopir kantor bukan cuma Abi, tapi beliau yang paling baik, lebih seperti orang tua.

Suatu hari saya diantar beliau lagi. Saya nggak ingat awalnya gimana, tapi saya bercanda ke Abi nawarin dia jadi anggota geng sahabat, yang saat itu saya udah dirikan dengan satu anggota lain di departemen yang sama dengan saya.

"Abi mau jadi geng sahabat?" Saya sama si teteh anggota geng ketawa-ketawa. Abi juga ketawa.
"Aku ketuanya." Saya bilang lagi. "Ok sahabat?" Di situ Abi masuk geng sahabat secara paksa, ahirnya kami genap 3 orang.

Mulai dari situ tiap kali ketemu Abi, saya selalu riweuh manggil-manggil "sahabat sehat?" Atau "sahabat apa kabar?"

Awalnya Abi ketawa aja, lama-lama beliau balas dengan manggil saya "sahabat" juga. Kalau diinget ini lucu banget, karena Abi bukan orang yang suka bercanda.

Saya nggak tahu kalau dari sini saya bisa jadi cukup dekat dengan Abi. Kalau diantar Abi, saya banyak nanya soal keluarga Abi, anak-anaknya, pekerjaannya. Kadang saya cerita juga kalau saya lagi cape atau stress.

Abi sering ngasih saya nasihat. Lebih jauh lagi sering ngedoain saya. Berkaca-kaca deh ingetnya wkwk.

Saya bahkan nanya-nanya soal cinta. Bagaimana Abi ketemu istri, kenapa mereka menikah dll. Saya ketawa-ketawa dengernya.

Abi sudah sepuh dan nggak lama Abi pensiun dari pekerjaannya. Setelah berhenti kerja pun, saya sesekali masih suka chat abi. Kadang cuma nulis "sahabat" pake emot. Lalu dibalas Abi panjang banget dengan banyak doa yang buat saya terharu. Saya doakan semoga selalu sehat dan bahagia termasuk keluarganya. Saya yakin abi disayang Allah. Abi taat ibadah.

***

Yang mau saya sampaikan di sini adalah bahwa berteman itu bisa dengan siapa saja. Saya bersyukur bisa ketemu Abi, banyak bercanda, dan lebih penting lagi banyak cerita dan banyak dikasih doa.
Kalau dipikir-pikir sekarang, mungkin saya lebih menganggap Abi sebagai orang tua.

Saya yakin sahabat saya itu nggak akan baca ini, jadi sekarang mau saya chat aja 
Assalammualaikum sahabat hehe

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Batas

  Saya menyadari betapa banyaknya batasan ketika kita ingin menulis karya sastra. Itu membuat saya merasa terkekang. Seperti bagaimana sebuah tulisan tak boleh mengandung SARA. Apa yang dimaksud di sini? Apakah karya seperti Da Vinci Code itu menurut aturan orang Indonesia dianggap SARA? Sebab di novel tersebut disinggung tentang keturunan Yesus yang masih hidup sampai masa ini. Kemudian apakah apabila kita menceritakan pembunuhan yang didasarkan pada kesalahan interpretasi pembunuh terhadap isi ayat-ayat dalam kitab tertentu itu juga SARA? Padahal plot cerita seperti ini di Negara lain malah sampai dibuat film. Lalu sebuah tulisan juga tak boleh mengandung unsur LGBTQ. Saya tidak membenarkan apalagi menormalisasi dan meromantisasi LGBTQ. Namun menurut saya bila sebuah karya menceritakan hal baik dari itu, misalnya seseorang yang berusaha keras untuk menyembuhkan diri (maaf, saya memang menganggap ini sebagai penyimpangan yang seharusnya bisa disembuhkan alias penyakit) dari ...

Pura-pura Sibuk, Sibuk Berpura-pura

 Assalammualaikum. Selamat malam. Menulis di sini untuk kasih update bahwa kehidupan saya terutama setelah menjadi ibu berubah berratus-ratus derajat sibuknya. Sesibuk itu? Iya, sesibuk itu. Kamu belum ngerasain ya yang namanya pingin 'me time' mesti melek tenga malem hanya demi nonton movie favorit misalnya, karena kalo bukan waktu tidur, ya...emang nggak ada waktu lain. Saya nggak anggap anak sebagai beban, tapi kalo dia bangun bahkan kalo dia tidur, perhatian dan seluruh jiwa raga saya hanya fokus ke dia. Dia lagi aktif banget belajar jalan. Jarang banget duduk lama, itungan detik. Sisanya jalan-jalan yang masih sempoyongan, belum ajeg dan dikit-dikit atu atau kejedot. Inget anak tuh bukan pemberian tapi titipan. Maka nggak bole ngasal pengasuhannya. Lalu saya masi berusaha untuk produktif dalam hal lain. Saya masi aktif bagiin info-info tentang pendidikan di IG, membaca dan meriviu buku di YouTube, jualan buku dan makanan sehat, dan yang udah diimpikan sejak lama adalah men...

KACAMATA

Mengenai apa-apa yang akan saya tuliskan di sini, saya sulit menemukan judul yang tepat. Awalnya saya hanya baca kutipan Ir. Soekarno dalam buku yang beliau tulis judulnya “Sarinah”. Bunyi kutipannya adalah: “Tidakkah banyak laki-laki yang mendewi-tolol-kan istrinya?” – Ir. Soekarno. Sebagai seorang yang pernah menikahi 9 istri, tidak sedikit yang menganggap beliau sebagai womanizer. Nah dengan buku “Sarinah” ini, tuduhan tersebut terbantahkan. Saya juga belum baca bukunya, tapi saya baca review-review nya di internet. :D Selain karena baca ini, saya juga akhir-akhir ini mengikuti salah satu feminis yang cukup aktif dan vokal di sosial media. Jadi sedikit banyak menginspirasi saya untuk menuliskan sesuatu tentang perempuan, terutama dari kaca mata laki-laki. KACAMATA PEREMPUAN Satu hal yang saya rasa sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan adalah bagaimana kita saling mempengaruhi secara seksual? Saya agak sulit membahasakannya. Yang saya maksud adalah mis...