Langsung ke konten utama

Dear Name


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sabtu, 12 Januari 2019, 00.27. Di luar gerimis dan masih melek. Saya punya terlalu banyak hal di kepala, jadi saya putuskan untuk menuliskan apa pun yang akan saya tuliskan di sini.

Sebagai seorang muslim, saya percaya bahwa menikah itu penyempurna setengah ibadah dan sebagai manusia menikah adalah kewajiban untuk mencegah kepunahan. Walaupun dalam islam hukumnya bisa berbeda-beda tergantung situasi dan keadaan seseorang.

Kalau pada usia dua puluh sekian saya belum menikah, maka itu bukan karena saya mengabaikan ini sebagai sesuatu yang tak penting-penting amat atau terlalu menikmati masa lajang. Sama sekali bukan.

Pertama saya percaya bahwa untuk mendapatkan seseorang yang baik, saya harus memperbaiki diri saya sendiri dulu. Pasalnya jodoh adalah gambaran diri kita. Saya memulainya dengan menutup aurat dan membatasi pergaulan dengan lawan jenis. Saya juga memutuskan utuk berhenti pacaran setelah masuk universitas. Kalau boleh jujur pacaran adalah salah satu hal yang saya sesali, sekarang jadi pelajaran bahwa tidak ada hal baik yang datang dari sana.

Ngomong-ngomong soal kepribadian, saya homebody dan cenderung introvert. Saya lebih suka diam di rumah dan melakukan banyak hal sendiri. Contohnya jalan-jalan ke toko buku, makan sampai pindah kosan yang dalam setahu bisa 5 kali dijalanin tanpa bantuan orang lain. Saya juga tertutup soal kehidupan pribadi dan berkomunikasi seperlunya. Sebelumnya malah saya membatasi komunikasi (chat/telpon) hanya sampai jam tertentu karena saya tidak mau diganggu. Orang yang belum lama kenal saya biasanya menganggap saya jutek atau semacamnya. Kepekaan saya terhadap orang-orang di sekitar juga kurang, tanpa melihat tanda apa-apasebelumnya, tetiba semua orang sudah pacaran berpasang-pasangan.

Bukan tanpa usaha, saya mati-matian mencoba mengubah ke-introvert-an ini. Mulai dari ikut makan di luar dengan rekan kerja, nyapa teman lama, chat pakai emoticon, senyum ke semua orang, sok sok akrab dll dengan batas wajar.

Soal hati, saya tidak percaya dengan cinta pada pandangan pertama, atau setidaknya itu tidak pernah terjadi pada saya. Saya tidak melihat (menyukai) seseorang tanpa sebab, atau hanya karena dia ganteng, pinter, shaleh dll.

Sejujurnya dengan kepribadian tadi saya justru mendorong semua orang untuk menjauh dari kehidupan saya. Biasanya setelah seseorang menunjukkan ketertarikannya, saya baru melihat memperhatikan dia.

Dalam hal pasangan hidup, saya tidak punya kriteria fisik yang spesifik, tapi akan lebih baik kalau dia punya postur lebih tinggi dari saya. Saya percaya visual itu bukan hal yang sebegitu pentingnya untuk dipertimbangkan. Saya cukup sulit untuk jatuh cinta,jadi hal utama yang saya pertimbangkan itu seputar hal-hal yang klasik dan baik-baik lainnya saja, sesuatu yang semua orang inginkan dari calon pasangannya. Inilah alasan kenapa saya sering gelagapan kalau ditanya soal perasaan. Kadang saya sulit mengartikan perasaan saya sendiri.

Saya yakin cinta tidak harus datang sebelum pernikahan, mungkin dia datang di saat akad, atau di bulan ke dua, kapan pun itu selama kita melibatkan Allah SWT saya yakin dia akan datang dengan sendirinya.

Lingkungan nyatanya sangat berpengaruh pada hidup kita termasuk pandangan kita tentang hidup itu sendiri. Saya banyak bertemu dengan orang-orang beda keyakinan, kami saling menghormati. Saya sering diingatkan ibadah oleh mereka.

Saya sangat keukeuh bahwa calon suami harus yang taat shalat, obcviously bagaimana bisa jadi imam kalau dia tidak shalat? Saya pun belum sebaik itu, sehingga selalu ada ruang untuk kita sama-sama belajar untuk lebih taat.

Harus diakui ikhtiar saya pun belum cukup. Saya berdoa yang itu-itu saja, mohon sehat, bahagia, rezeki yang baik dan halal, mohon didekatkan jidohnya dll. Saya jarang punya permintaan yang spesifik, misalnya menyebut nama atau lainnya. Saya hanya mengulang doa umum saja. Namun sekarang ikhtiar itu sedang saya perbanyak, perkuat.

Pada akhirnya, siapa pun yang Allah kasih untuk saya, saya harap kamu jangan menyerah begitu saja. Saya masih berusaha untuk perbaiki diri saya. Jadi sekali lagi please dont give up on us.

Hatur nuhun sudah membaca pikiran saya. Selamat malam.

Wassalam..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Batas

  Saya menyadari betapa banyaknya batasan ketika kita ingin menulis karya sastra. Itu membuat saya merasa terkekang. Seperti bagaimana sebuah tulisan tak boleh mengandung SARA. Apa yang dimaksud di sini? Apakah karya seperti Da Vinci Code itu menurut aturan orang Indonesia dianggap SARA? Sebab di novel tersebut disinggung tentang keturunan Yesus yang masih hidup sampai masa ini. Kemudian apakah apabila kita menceritakan pembunuhan yang didasarkan pada kesalahan interpretasi pembunuh terhadap isi ayat-ayat dalam kitab tertentu itu juga SARA? Padahal plot cerita seperti ini di Negara lain malah sampai dibuat film. Lalu sebuah tulisan juga tak boleh mengandung unsur LGBTQ. Saya tidak membenarkan apalagi menormalisasi dan meromantisasi LGBTQ. Namun menurut saya bila sebuah karya menceritakan hal baik dari itu, misalnya seseorang yang berusaha keras untuk menyembuhkan diri (maaf, saya memang menganggap ini sebagai penyimpangan yang seharusnya bisa disembuhkan alias penyakit) dari ...

Pura-pura Sibuk, Sibuk Berpura-pura

 Assalammualaikum. Selamat malam. Menulis di sini untuk kasih update bahwa kehidupan saya terutama setelah menjadi ibu berubah berratus-ratus derajat sibuknya. Sesibuk itu? Iya, sesibuk itu. Kamu belum ngerasain ya yang namanya pingin 'me time' mesti melek tenga malem hanya demi nonton movie favorit misalnya, karena kalo bukan waktu tidur, ya...emang nggak ada waktu lain. Saya nggak anggap anak sebagai beban, tapi kalo dia bangun bahkan kalo dia tidur, perhatian dan seluruh jiwa raga saya hanya fokus ke dia. Dia lagi aktif banget belajar jalan. Jarang banget duduk lama, itungan detik. Sisanya jalan-jalan yang masih sempoyongan, belum ajeg dan dikit-dikit atu atau kejedot. Inget anak tuh bukan pemberian tapi titipan. Maka nggak bole ngasal pengasuhannya. Lalu saya masi berusaha untuk produktif dalam hal lain. Saya masi aktif bagiin info-info tentang pendidikan di IG, membaca dan meriviu buku di YouTube, jualan buku dan makanan sehat, dan yang udah diimpikan sejak lama adalah men...

KACAMATA

Mengenai apa-apa yang akan saya tuliskan di sini, saya sulit menemukan judul yang tepat. Awalnya saya hanya baca kutipan Ir. Soekarno dalam buku yang beliau tulis judulnya “Sarinah”. Bunyi kutipannya adalah: “Tidakkah banyak laki-laki yang mendewi-tolol-kan istrinya?” – Ir. Soekarno. Sebagai seorang yang pernah menikahi 9 istri, tidak sedikit yang menganggap beliau sebagai womanizer. Nah dengan buku “Sarinah” ini, tuduhan tersebut terbantahkan. Saya juga belum baca bukunya, tapi saya baca review-review nya di internet. :D Selain karena baca ini, saya juga akhir-akhir ini mengikuti salah satu feminis yang cukup aktif dan vokal di sosial media. Jadi sedikit banyak menginspirasi saya untuk menuliskan sesuatu tentang perempuan, terutama dari kaca mata laki-laki. KACAMATA PEREMPUAN Satu hal yang saya rasa sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan adalah bagaimana kita saling mempengaruhi secara seksual? Saya agak sulit membahasakannya. Yang saya maksud adalah mis...