Sekabut pagi, ramadhan mengembun, jendela kaca menggigil putih-putih. Di luar sana kupu-kupu mengejar matahari. Bulan bersembunyi, terbelah dan patah di hati penyair. Lengan memangku harap untuk cinta, bernama engkau. *** “Assalammualaikum.” Sapamu dengan senyum berderet gigi dari pipi ke pipi. “Waa'alaikumussalam.” Aku menjawab, menatap mata di balik kaca. Bunga di ujung kerudungmu mekar malu-malu, meneriakan jarak yang tak kasat. Kalau boleh kuintip sedikit, di hatimu yang luas itu ada siapa? Suatu hari.... “Kalau ada yang menganggap kepemimpinan itu tidak penting, maka salah besar. Ini yang membuat Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib terbunuh. Bahkan ini pula yang menyebabkan para sahabat berperang.” Katamu di antara lingkaran segelintir ababil, dengan suara jernih dan bersih dari angka-angka, juga tak tercemar kecurangan. Cantik sekali. Mengingat senyum dan semangatmu, semoga sahur nanti aku lupa mencuci muka. *** “Pulang cepat?...