Langsung ke konten utama

Dear Name 2


Zaman saya kuliah, saya banyak mengeluhkan kalau Indonesia sudah kehilangan tokoh. Contoh tentang tokoh pendidikan, yang kita ingat otomatis Ki Hajar Dewantara yang masa hidupnya 1889-1959. Tidak salah, hanya saja dari sini muncul pertanyaan tentang kemana tokoh mudanya? Waktu saya tulis ini, jujur saya masih pikir ini lucu.

Waktu zaman kuliah juga, saya, mahasiswa dengan keidealismeannya, melihat bahwa ini sudah tahun ke sekian tapi berita soal pendidikan masih seputar itu-itu saja, semacam bangunan yang tidak layak, akses ke sekolah yang sulit, pungutan liar, biaya mahal, kualitas guru, UN, dll. Silakan dicek, berita seperti itu ada saja tiap tahunnya. Akhirnya kami simpulkan bahwa “kalau pemerintah tidak tangani, biar kita di bawah yang gerak sendiri-sendiri”. Bayangkan semua orang gotong royong memajukan negara tercinta ini, mungkin kita tidak butuh pemerintah lagi. Well, saya pernah seoptimis itu dan ada sekian orang lainnya yang memiliki pemikiran yang sama. Semoga mereka merindukan saya juga.

Dari pemikiran “Better light a candle than curse the darkness” muncul kegiatan mengajar anak-anak dari kalangan yang kurang mampu. Juga membantu menghidupkan kembali sekolah yang hampir digusur, membuat sekolah peradaban, atau hanya sekedar makan bersama ngobrol-ngobrol tentang pendidikan Indonesia. Lebih jauh, kami pernah sedikit dekat dengan KPK. kami pernah ajukan agar KPK bisa kawal dana BOS. Walaupun pada akhirnya ini semua baru sampai pada ide dan gagasan saja.

Satu tujuan yang cukup dasar adalah untuk setidaknya bisa membuat orang-orang memikirkan pendidikan itu sendiri. Kami banyak membaca, menulis, mengkaji, kemudian membagikannya. Sesederhana itu.

Suatu hari kami juga putuskan, bahwa ketika kami sudah tidak di lingkaran yang sama lagi, sibuk dengan hidupnya masing-masing, kami masih punya hati yang sama untuk pendidikan. Jangan sampai melupakan, atau lebih baik lagi bisa memberi sedikit pengaruh positif untuk orang sekitar.

Lalu sore ini tetiba saya memikirkan semua ini. Mungkin saya sedang ketakutan, segala optimisme, cinta, dan segala hal baik yang pernah saya punya mulai memudar. Dunia kerja semacam lingkaran yang berbeda. Yang saya pikirkan hanya tentang kapan gajian. Saya baca berita berdasarkan keviralan dan cenderung jadi orang tukang komplen saja.

Ini adalah tentang sekumpulan teman yang mengajarkan saya tentang banyak hal. Kami pernah tergabung dalam Gema Pena. Saya kadang iseng kepo dan alhamdulillah mereka masih sekeren dulu. Namun dalam beberapa hal, kenapa saya merasa sendirian?

Saya beri judul Dear Name, karena seperti tulisan saya sebelumnya dengan judul yang sama, keduanya anonymous. Biar saya dan mereka saja yang tahu. Kalau sudah begini, semuanya perihal hati.

Apa terlalu tua untuk saya menutup dengan “Salam Pendidikan!” ???

Komentar

Postingan populer dari blog ini

THE GOLDEN STORIES OF KHADIJAH - Bag 2

RUMAH TANGGA PERTAMA DALAM ISLAM Rasul mencintai Khadijah dan sangat menghormatinya. Rasul bahkan menghormati sahabat-sahabat Khadijah sebagai penghormatan dan penghargaan padanya. Begitu pun Khadijah. Ia mencintai dan beriman pada suaminya, pada tujuan-tujuannya dan mencurahkan seluruh dirinya untuk itu. Kadijah yang kaya raya rela mengorbankan seluruh hartanya demi menunaikan dan menyebarkan agama Allah. Hartanya habis namun ketakwaannya bertambah. Kebesaran dan jasa Khadijah tidak hanya diakui Rasulullah dan orang-orang muslim, tetapi ia diakui dan mendapatkan penghormatan dan penghargaan langsung dari Allah. Dari pernikahan ini terlahir 4 orang anak yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum dan Fatimah. Keempat anak ini disusui di luar Mekah untuk menghindari panas. Setelah disapih baru mereka diasuh ibu kandungnya. Khadijah menyerahkan semua urusan perdagangan pada suaminya, sementara urusan mengurus anak ia lakukan sendiri tanpa mengandalkan pembantu. Pembantu-pemban

KACAMATA

Mengenai apa-apa yang akan saya tuliskan di sini, saya sulit menemukan judul yang tepat. Awalnya saya hanya baca kutipan Ir. Soekarno dalam buku yang beliau tulis judulnya “Sarinah”. Bunyi kutipannya adalah: “Tidakkah banyak laki-laki yang mendewi-tolol-kan istrinya?” – Ir. Soekarno. Sebagai seorang yang pernah menikahi 9 istri, tidak sedikit yang menganggap beliau sebagai womanizer. Nah dengan buku “Sarinah” ini, tuduhan tersebut terbantahkan. Saya juga belum baca bukunya, tapi saya baca review-review nya di internet. :D Selain karena baca ini, saya juga akhir-akhir ini mengikuti salah satu feminis yang cukup aktif dan vokal di sosial media. Jadi sedikit banyak menginspirasi saya untuk menuliskan sesuatu tentang perempuan, terutama dari kaca mata laki-laki. KACAMATA PEREMPUAN Satu hal yang saya rasa sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan adalah bagaimana kita saling mempengaruhi secara seksual? Saya agak sulit membahasakannya. Yang saya maksud adalah mis

Gadang Lagi, Gadang Terus

Saya mulai menulis ini pada pukul 1.40 ditemani oleh suara ngorok suami yang kemungkinan besar besok akan menegur atau mungkin memarahi saya karena malam ini pun saya begadang, lagi.  Seperti tulisan sebelumnya tulisan kali ini pun akan berisi tentang curahan hati.  Dari Kebiasaan Sampai Tuntutan untuk Gadang Sejak SMA atau mungkin SMP? Pokoknya itu waktu-waktu saya sudah mulai tinggal jauh dari orang tua. Iya sejak itu saya memang punya kebiasaan tidur larut atau bangun tengah malam hanya untuk membaca buku atau sama sekali tak melakukan apapun. Kebiasaan itu terbawa sampai sekarang walaupun alasannya berbeda.  Karena Saya Seorang Ibu Alasan utama adalah anak. Anak saya yang baru 17 bulan masih suka bangun setiap sekian jam untuk minta ASI. Beberapa teman saya yang sudah punya anak menceritakan kalau anak mereka makin besar dari sekitar usia empat bulanan lebih lelap tidur sampai pagi tanpa minta ASI. Itu tidak terjadi pada anak saya. Makin besar malah makin banyak dia konsumsi ASI. S